Literasi Keuangan

Sudah Tahu Sejarah Uang Rupiah Indonesia? Kepoin, yuk!

25 Oktober 2024
FWD Insurance

Passionate People, tahu, nggak, kalau tanggal 30 Oktober diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional? Yup, hari terakhir di bulan kesepuluh kalender Masehi ini merupakan salah satu hari bersejarah untuk Indonesia sejak tahun 1946. Penetapan hari nasional ini juga cukup unik dan punya cerita menarik, loh! Ingin tahu kisah selengkapnya?

Yuk, dibaca sampai habis, ya!

Mata Uang Pertama Indonesia

Ada kisah yang panjang nan menarik di balik kehadiran rupiah sebagai mata uang Indonesia yang berlaku sekarang. Cerita ini bermula di tahun kedua Indonesia mengumumkan kemerdekaan dari pendudukan Belanda.

Pada 1 Oktober 1946, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1946 (UU No. 17/1946) tentang Oeang Republik Indonesia atau ORI. UU ini mengatur bahwa ORI adalah mata uang resmi pertama negara Indonesia yang baru merdeka dan berdaulat.

Menariknya, penciptaan mata uang resmi negara kita ini bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan alat tukar transaksi jual-beli dalam wilayah Indonesia saja. Sebab, ORI juga dibuat untuk menjadi salah satu simbol kedaulatan negara. Bagaimana uang bisa menjadi simbol kedaulatan negara?

Kedaulatan berasal dari kata ‘daulat’ yang berarti ‘kekuasaan atau pemerintahan’, sehingga, Indonesia sebagai negara berdaulat dapat dimaknai sebagai negara merdeka yang kekuasaannya telah diakui oleh dunia internasional. Dengan kata lain, Indonesia telah menjadi sebuah negara yang punya sistem pemerintahan sendiri.

Nah, ORI bisa menjadi salah satu simbol kedaulatan negara itu didukung oleh tiga faktor utama. Yang pertama karena ada konsep monetary sovereignty, yaitu kekuasaan sebuah negara untuk melakukan kontrol hukum eksklusif atas mata uangnya—mulai dari nilai hingga penggunaannya.

Yang kedua karena kewajiban penggunaan lambang negara, Garuda Pancasila, di setiap lembar mata uang negara kita. Yang terakhir karena cara kita memperlakukan mata uang itu sendiri. Mata uang yang bernilai tentu kita jaga dan hargai dengan baik, sebagaimana kita memandang negara kita sendiri.

Emisi atau cetakan pertama ORI tersedia dalam 8 pecahan nominal, yaitu 1 sen, 5 sen, 10 sen, Rp½, Rp1, Rp5, Rp10, dan Rp100. Meski cetakan ini sudah ditandatangani oleh Menteri Keuangan A A Maramis pada 17 Oktober 1946, peredarannya ke seluruh wilayah Indonesia kala itu baru terjadi pada 30 Oktober 1946. Karena itulah, tanggal 30 Oktober kemudian ditetapkan sebagai Hari Keuangan Nasional.

ORI digunakan secara resmi di “wilayah pusat” Indonesia, yaitu Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra, sementara alat pembayaran yang sah dan berlaku di daerah-daerah tepi Indonesia mengandalkan Oeang Republik Indonesia (ORIDA) yang berbentuk bon, surat tanda penerimaan uang, tanda pembayaran sah, maupun mandat.

Mata Uang Indonesia semasa Federasi

Di Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada November 1949, sistem pemerintahan Indonesia berubah menjadi serikat atau federasi, dan kedaulatannya diakui secara penuh oleh Belanda. Perubahan sistem pemerintahan ini juga diikuti oleh perubahan pada mata uang resmi yang berlaku di wilayah Indonesia.

Pasca KMB, pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) memutuskan untuk menyeragamkan mata uang resmi di seluruh wilayah RIS. Selain untuk menyamaratakan nilai tukarnya, kebijakan ini juga bertujuan untuk menghapus peredaran berbagai jenis mata uang yang berbeda bahkan palsu di wilayah RIS. Alhasil, ORI resmi dihapuskan dan diganti dengan uang RIS atau “uang federal” yang tersedia dalam pecahan Rp5 dan Rp10 pada awal tahun 1950.

Selama setengah tahun, ORI dan ORIDA yang masih beredar di wilayah RIS mulai ditarik secara perlahan untuk digantikan dengan uang federal. Proses peleburan mata uang ini tidak bisa dibilang mulus, namun cukup berhasil menyelaraskan mata uang resmi Indonesia setelah sebelumnya berlaku ORI, ORIDA, bahkan “uang NICA”. Uang federal tidak lagi digunakan sebagai mata uang resmi Indonesia ketika sistem pemerintahan federasi berakhir dan Indonesia kembali menjadi negara demokrasi pada 17 Agustus 1950.

Mata Uang Rupiah hingga Kini

Setelah pemerintahan RIS berakhir, uang kertas yang beredar di wilayah Indonesia sangat banyak jumlahnya. Hal ini menimbulkan inflasi atau turunnya nilai mata uang karena banyaknya peredaran uang di masyarakat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara menerbitkan kebijakan moneter “Gunting Sjafruddin” yang meminta masyarakat untuk memotong uang kertas keluaran Bank Hindia Belanda De Javasche Bank dalam pecahan Rp5 menjadi dua bagian.

Setengah bagian tersebut ini menjadi uang kertas yang dipegang masyarakat, dan setengah lagi dapat dikonversikan menjadi obligasi keuangan yang dipinjamkan kepada negara. Selama 2 tahun, kebijakan tersebut menghasilkan pinjaman sekitar Rp1,5 miliar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950.

Pada saat yang sama, De Javasche Bank dinasionalisasikan menjadi Bank Indonesia (BI) yang berperan sebagai bank sentral negara kita. Momentum ini, yang diikuti dengan regulasi bahwa hanya Bank Indonesia yang dapat mengedarkan mata uang resmi, menjadi titik awal penggunaan mata uang rupiah yang kita gunakan sampai saat ini.

Emisi pertama uang kertas Bank Indonesia diterbitkan pada tahun 1952 dengan pecahan Rp5, Rp10, Rp25, Rp50, Rp100, Rp500, dan Rp1000. Emisi atau penerbitan mata uang kertas selanjutnya terjadi setiap tiga sampai lima tahun sekali, dengan perubahan pada desain ataupun pada nominal mata uang kertas.

Uang kertas rupiah Seri Pahlawan Nasional 2 yang diterbitkan pada tahun 2016 merupakan emisi rupiah ke-16 yang diedarkan oleh Bank Indonesia. Pada emisi ini, nominal uang kertas rupiah yang berlaku adalah Rp1000, Rp2000, Rp5000, Rp10000, Rp20000, Rp50000, dan Rp100000.

Nah, itulah dia sejarah panjang dari mata uang kita, rupiah. Cukup panjang dan menarik, kan, Passionate People? Kamu suka seri uang rupiah emisi tahun berapa, nih, Passionate People?

Sumber: