Passion story

Macam-Macam Kain Tenun dari Penjuru Nusantara

Oleh FWD Insurance

Selain batik yang telah mendunia, kain tenun merupakan komponen budaya nusantara lainnya yang begitu indah dan khas. Hasil kerajinan tangan dari benang yang dipilin ini membentuk motif-motif tertentu berdasarkan daerah asal dan mengandung makna tersendiri. Lalu, apa sajakah kain tenun yang dimiliki oleh Tanah Air kita? Yuk, simak ulasan lengkapnya dalam kelanjutan artikel ini, ya, Passionate People!

 

Songket

Melansir situs Griya Tenun, songket adalah kain tenun yang disulam dengan benang emas dan didominasi warna merah. Perpaduan warna ini disebut-sebut begitu lekat dipengaruhi oleh kebudayaan Tiongkok dan India, yang dibawa oleh para pedagang pendatang di zaman Kerajaan Sriwijaya.


Mengingat kehadirannya yang sudah sangat lama, songket menjadi pakaian adat masyarakat Palembang. Kain tenun ini biasanya dipakai sebagai bawahan oleh perempuan di acara pernikahan (baik sebagai mempelai, keluarga mempelai, maupun tamu) juga saat menari Gending Sriwijaya ketika menyambut tamu kehormatan.


Hingga saat ini, motif songket Palembang tidak begitu banyak perubahan. Dalam sehelainya pun biasa hanya ada dua sampai tiga kombinasi yang akan memperindah songket. Beberapa motif songket Palembang adalah Lepus (paling mahal lantaran didominasi benang emas), Tawur (berkelompok dan menyebar), Tretes Mender (hanya di tepi kain), dan Bungo Paciek (benang emas hanya sebagai selingan).

 

Ulos

Ulos merupakan kain tenun yang berasal dari suku Batak di Sumatra Utara. Kain tenun berbentuk selendang ini biasa dibuat dengan benang emas dan perak serta didominasi oleh warna merah, hitam, dan putih.


Mengingat suku Batak terbagi ke dalam beberapa kelompok yang lebih kecil, ulos punya banyak sekali variasi motif dan warna berdasarkan makna dan fungsinya. Beberapa di antaranya adalah Ulos Antakantak (untuk melayat), Bintang Maratur (untuk anak yang memasuki rumah baru), Mangiringuntuk anak-cucu yang baru lahir), Ragi Hotang (untuk pengantin yang melaksanakan pesta adat), Suri-Suri Ganjang (untuk menari dengan alunan musik Batak), dan masih banyak lagi.


Yang menarik, ulos adalah suatu benda yang bernilai tinggi bagi masyarakat suku Batak. Tidak mengherankan bila selembar kain tenun ini memiliki aturan adat tersendiri. Dua dari sejumlah aturan itu berbunyi ulos hanya diberikan kepada kerabat di bawah pemberi (misalkan ibu ke anak) serta jenis ulos yang diberikan kepada kerabat harus sesuai dengan posisi penerimanya (misalkan Ragihotang diberi pada menantu laki-laki).


Sasak

Sasak adalah kain tenun khas suku Sasak yang mendiami sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Barat. Alih-alih menggunakan benang dan pewarna buatan, sasak tradisional tersusun dari kapas yang dipintal sendiri serta tanaman yang dilarutkan (sebagai pewarna).


Bagi masyarakat suku Sasak, menenun adalah tolok ukur kedewasaan seorang perempuan. Apabila seorang perempuan belum bisa menenun, maka ia belum dianggap layak untuk berumah tangga. Tak ayal, sejak usia dini pun seorang anak perempuan sudah dibiasakan berlatih menenun. Untuk dapat menikah, seorang perempuan harus bisa menenun 3 helai sasak: satu untuk dirinya sendiri, satu untuk suami, dan satu lagi untuk mertua perempuan.


Menyoal variasi motif, ragam kain tenun dari Sasak ini mengikuti agama yang dianut oleh mereka. Laman Wonderful Indonesia menyebutkan bahwa sebelum agama Islam masuk ke wilayah NTB, motif sasak didominasi oleh hewan seperti burung dan tumpal atau pucuk rebung mirip deretan gunung sebagai bentuk perwujudan Dewi Sri, si dewi kemakmuran. Setelah masuknya Islam, motif sasak bergeser menjadi tumbuh-tumbuhan, seperti sulur, pucuk rebung, pohon hayat, dan bunga bersusun delapan.